Omzet Pelaku Usaha di Bawah Rp500 Juta per Tahun tak Kena Pajak

20 September 2025
Ilustrasi/Shutterstock

Ilustrasi/Shutterstock

RIAU1.COM - Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan bahwa pemerintah tidak memungut pajak dari pelaku usaha mikro dan kecil dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta.

Pernyataan ini disampaikan Maman untuk meluruskan persepsi publik yang sempat berkembang bahwa pemerintah memungut pajak dari seluruh pelaku usaha, termasuk pedagang kecil.

“Kalau ada narasi bahwa pemerintah memungut pajak dari pedagang kaki lima atau usaha supermikro, itu hoaks. Untuk omzet di bawah Rp500 juta per tahun, tidak dikenakan pajak sama sekali,” kata Maman akhir pekan ini yang dimuat Republika.

Maman menjelaskan pemerintah menetapkan tarif PPh final sebesar 0,5 persen bagi UMKM dengan omzet tahunan hingga Rp4,8 miliar. Jika dirata-rata, omzet tersebut setara dengan Rp400 juta per bulan.

“Bayangkan, usaha dengan omzet Rp400 juta per bulan hanya dikenakan pajak sekitar Rp18 juta per tahun. Itu bentuk afirmasi pemerintah,” ucapnya.

Kebijakan PPh final 0,5 persen awalnya diberlakukan selama tujuh tahun dan dijadwalkan berakhir pada 2025. Namun, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang insentif tersebut hingga 2029, sebagai bagian dari stimulus ekonomi nasional yang dilanjutkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp2 triliun pada tahun 2025, dengan jumlah wajib pajak UMKM terdaftar mencapai 542 ribu, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Maman menekankan kebijakan pajak UMKM disusun berdasarkan asas keadilan sosial dan kemampuan ekonomi.

Kebijakan ini bertujuan mengurangi beban finansial, terutama bagi pelaku usaha pemula dan skala kecil. Pembebasan pajak memungkinkan UMKM untuk mengalokasikan lebih banyak dana untuk meningkatkan modal usaha sehingga semakin cepat mengembangkan bisnis. manfaat lainnya dapat mengurangi biaya operasional sehingga meningkatkan arus kas usaha.

Kebijakan itu dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi UMKM. Kelompok pelaku usaha ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan terbukti tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi. Dengan memberikan insentif pajak, pemerintah berharap dapat menciptakan iklim bisnis yang lebih inklusif, membantu UMKM untuk tumbuh dan berkembang, dan mendorong pelaku UMKM untuk memperluas bisnis mereka.

Meskipun tidak dipungut pajak saat ini, kebijakan ini mendorong pelaku UMKM untuk lebih sadar dan taat pajak di masa mendatang. Dengan mendaftarkan usaha dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mereka akan terbiasa dengan administrasi perpajakan.

Kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong formalitas usaha, yang akan memudahkan pemerintah dalam memetakan dan merancang kebijakan lain yang mendukung UMKM.

Pajak seharusnya dikenakan berdasarkan kemampuan ekonomi. Bagi pelaku usaha yang baru memulai atau masih memiliki omzet kecil, kewajiban pajak dapat menjadi beban yang memberatkan dan menghambat perkembangan usaha. Kebijakan ini memastikan bahwa pajak hanya dikenakan kepada pelaku usaha yang omzetnya sudah tergolong besar.

“Ini bukan soal memungut, tapi soal keberpihakan. Pajak hanya dikenakan kepada pelaku usaha yang omzetnya sudah tergolong besar,” ujarnya.

Ia berharap masyarakat memahami kebijakan ini secara utuh dan tidak terjebak pada narasi yang menyesatkan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, pengelompokan UMKM ditentukan berdasarkan jumlah aset dan omzet tahunan.

Usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki aset maksimal Rp50 juta dan omzet tahunan tidak lebih dari Rp300 juta.

Usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, bukan anak atau cabang dari usaha menengah atau besar, dengan aset lebih dari Rp50 juta hingga Rp500 juta dan omzet tahunan lebih dari Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar.

Sementara itu, usaha menengah adalah usaha yang juga berdiri sendiri dan bukan bagian dari usaha besar, dengan aset lebih dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar serta omzet tahunan lebih dari Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar.*