Tiga Desa dengan PT TKWL Menjadi Konflik Lahan, DPRD Bengkalis dan Riau Cari Solusi

Tiga Desa dengan PT TKWL Menjadi Konflik Lahan, DPRD Bengkalis dan Riau Cari Solusi
RIAU1.COM -Komisi II DPRD Kabupaten Bengkalis berkoordinasi ke DPRD Provinsi Riau pada Kamis (25/09/2025) untuk mencari solusi atas konflik agraria yang memanas antara PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) dengan masyarakat di tiga desa, yaitu Desa Muara Dua, Desa Bandar Jaya, dan Desa Sungai Nibung, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis.
Rapat kerja yang digelar di Ruang Medium DPRD Provinsi Riau ini mengungkapkan dugaan serius perusahaan sawit tersebut beroperasi di wilayah Bengkalis tanpa melapor ke Pemerintah Kabupaten dan menyerobot lahan yang sudah ditanami warga.
Anggota Komisi II DPRD Bengkalis, Asep Setiawan, menjelaskan bahwa perusahaan PT TKWL memiliki total Hak Guna Usaha (HGU) seluas 7.094 hektar yang terbagi di dua kabupaten, yakni Siak (sekitar 4.000-an hektar) dan Bengkalis (sekitar 3.000-an hektar).
Menurut Asep, persoalan timbul karena perusahaan tersebut mendapat izin di tingkat Provinsi, namun saat beroperasi di wilayah hukum Kabupaten Bengkalis, belum pernah sekalipun melaporkan kegiatannya kepada Pemerintah Kabupaten Bengkalis.
"Persoalan timbul di saat mereka beroperasi, mereka mengklaim HGU mereka itu adalah lahan yang sudah ditanam warga," ungkap Asep. Klaim sepihak ini memicu konflik di tiga desa di Kecamatan Siak Kecil.
Asep Setiawan melanjutkan, konflik memanas setelah alat berat perusahaan masuk dan mencabut tanaman sawit yang sudah ditanam oleh warga, bahkan ada yang sudah berproduksi. Insiden ini memicu penolakan keras dari masyarakat yang akhirnya berujung bentrok di lapangan. Warga terpaksa menghadang alat berat tersebut pada malam hari.
Sebelumnya, Camat Siak Kecil sudah memediasi persoalan ini dan menyepakati pembentukan tim verifikasi. Tim ini seharusnya terdiri dari perwakilan kepala desa, Polsek, Danramil, dan perusahaan, untuk memverifikasi lahan warga yang masuk dalam klaim HGU perusahaan.
"Namun, sebelum tim ini terbentuk dan bekerja, perusahaan sudah memasukkan alat di lahan tersebut," jelas Asep. Sikap tidak etis inilah yang membuat masyarakat mengadukan masalah ini ke DPRD Bengkalis.
DPRD Bengkalis telah berupaya memanggil pihak-pihak terkait, termasuk perusahaan, dalam Rapat Dengar Pendapat (hearing). Namun, perusahaan menunjukkan ketidak kooperatifan.
"Undangan kedua yang bahkan kemarin itu pihak perusahaan yang minta jadwal tanggalnya tetapi juga tidak hadir," kata Asep.
Asep menegaskan bahwa DPRD Bengkalis akan memihak kepada rakyat, yang lahannya kini digarap perusahaan tanpa kejelasan status. Ia menyayangkan sikap PT TKWL.
"Kami tidak anti dengan investasi, tetapi kalau perusahaan itu punya etika baik, masuk ke rumah kita pakailah 'Assalamualaikum'. Kalau sudah tak pakai 'Assalamualaikum' kita itu sudah kurang ajar namanya," cetusnya.
Dalam rapat tersebut, perwakilan kelompok tani dari Desa Muara Dua menceritakan kronologi konflik yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2005. Mereka menceritakan bahwa masyarakat pernah membawa perusahaan ke ranah hukum hingga terjadi penahanan petani pada 2006.
Perwakilan kelompok tani menyatakan bahwa di lahan yang disengketakan di Kecamatan Siak Kecil dan Bunga Raya, satu batang sawit pun belum ditanam oleh perusahaan, yang ada hanyalah tanaman warga. Mereka menuding perusahaan terus memaksakan kehendak dan bahkan pada 2019 sempat memaksa warga untuk menerima sagu hati.
DPRD Bengkalis berharap koordinasi dengan DPRD Provinsi Riau dapat memberikan jalan keluar terbaik, mengingat izin perusahaan berada di ranah Provinsi, sehingga intervensi dari tingkat yang lebih tinggi sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Konflik lahan antara masyarakat dengan PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) memasuki babak baru setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau memaparkan data resmi HGU perusahaan di hadapan Komisi DPRD Bengkalis, Wakil Ketua III DPRD Provinsi Riau H. Budiman Lubis, S.H secara tegas meminta BPN untuk tidak mendesak penertiban yang justru menyasar kawasan masyarakat.
Menyikapi penertiban yang berpotensi menyasar lahan yang kini sudah digarap masyarakat, Wakil Ketua III DPRD Provinsi Riau H. Budiman Lubis, S.H langsung menyampaikan interupsi tegas kepada perwakilan BPN.
Ia meminta BPN untuk tidak mendesak perusahaan melakukan penertiban di kawasan yang sudah ditempati dan ditanami oleh masyarakat. Desakan ini bertujuan untuk melindungi warga dari upaya penggusuran oleh perusahaan sebelum ada keputusan hukum atau kesepakatan yang adil.
Sikap DPRD Riau ini menggarisbawahi kekhawatiran bahwa penertiban HGU yang kosong oleh BPN justru akan dimanfaatkan oleh PT TKWL sebagai celah untuk memaksakan klaim mereka atas lahan yang kini dipertahankan oleh masyarakat.
Konflik ini kini berada di persimpangan antara aturan HGU perusahaan dan hak-hak historis masyarakat, menuntut penyelesaian yang tidak hanya berdasar legalitas formal, tetapi juga keadilan agraria. “Tutup Wakil Ketua III DPRD Provinsi Riau H. Budiman Lubis.